Inilah Perbedaan Mani, Madzi dan Wadi

Bagaimana hukumnya apabila gaimana hukumnya apabila seseorang sering atau mudah sekali mengeluarkan cairan dari kemaluan disebabkan melihat atau memikirkan hal-hal yang po*no? Disebabkan dari ini pula kemungkinan orang tersebut mengalami buang air kecil (kencing) tidak tuntas sehingga setiap mau shalat ada perasaan keluar sisa air kencing tadi, bagaimana hukumnya? 

Mohon penjelasannya yang sejelas-jelasnya. Jazakumullah khairon semoga Allah membalas berlipat kali atas kebaikannya. (Hasibullah -- Pamekasan Madura)

Jawaban

Penanya yang budiman, semoga selalu mendapatkan rahmat Allah SWT. Setelah memperhatikan pertanyaan di atas, maka kami menyimpulkan bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, mengenai hukum melihat dan membayangkan hal yang porno dalam kasus ini jelas tidak diperbolehkan karena termasuk zina mata dan zina pikiran. Zina yang seperti ini masuk dalam kategori sebagai zina majazi. Sedang zina hakiki adalah memasukkan kemaluan ke dalam kemaluan lain yang diharamkan.

Kedua, mengenai hukum cairan yang keluar dari kemaluan. Untuk menjawab pertanyaan tersebut setidaknya ada beberapa hal yang akan kami jelaskan, yaitu, mani, madzi, dan wadi. Sedangkan air kencing hemat kami itu sudah maklum. Dan setidaknya dari penjelasan kami nanti penanya bisa menyimpulkan sendiri mengenai cairan yang keluar dari kemaluan tersebut. 

Mani atau sperma itu tidak najis, tetapi seseorang yang mengeluarkannya wajib mandi besar. Menurut para ulama, setidaknya ada tiga hal yang membedakan antara mani dengan madzi dan wadi. Pertama, baunya ketika basah seperti bau adonan roti dan tepung, sedang ketika sudah mengering seperti bau telor. Kedua, keluarnya memuncrat. Ketiga, berasa nikmat ketika keluar dan setelah itu melemahlah dzakar dan syahwat.

Menurut para ulama jika salah satu dari ketiga hal tersebut terpenuhi maka sudah bisa dihukumi mani. Sedangkan menurut pendapat yang kuat (rajih) mani perempuan sama dengan mani laki-laki, tetapi menurut Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi dalam kitab Syarah Muslimnya mengatakan bahwa untuk mani perempuan tidak disyaratkan muncrat. Pendapat ini kemudian diikuti oleh Ibnus Shalah. Hal ini sebagaiman dikemukakan dalam kitab Kifayatul Akhyar. (Sumber NU Online)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar